Selasa, 20 September 2011

Penantian Rekonsiliasi Gereja Baptis


 Opini by Turius wenda


Kerinduan Umat Baptis untuk bersatu tidak pernah luntur ini dibuktikan dengan doa-doa jemaat baptis yang tak pernah habisnya… dengan berharap pada pemilik gereja  (YESUS), agar kapankah?  tibanya persatuan itu…Penantian akan terwujud bila berdoa dan bekerja.

Hari ini (17/09/2011, saya telah dipertemukan dengan duta-duta pemikir masa depan gereja Baptis papua  yang berjumlah 6 orang. setelah saya bertemu……
saya memilih dan menghabiskan waktuku untuk menulis suatu artikel sebagai pemikiran pribadi atas keprihatihanKU terhadap kondisi gereja baptis hampir 4 tahun ini.


†    Sejarah singkat Gereja Baptis

Gereja Baptis di tanah Papua dirintis dan dipelopori oleh Australian Baptist Misionary Society (ABMS) sekarang menjadi Global Inter Action (GIA).  Pada tanggal 25 Oktober 1956 ABMS mengutus 3 (tiga) tenaga Missionary ke daerah pedalaman Papua yang disebut daerah “Lembah Balim”. Masing-masig terdiri dari Pdt. Norman Draper, Hein Noordyk dan Ian Gruber bersama dengan Myron  Bromley seorang ahli Bahasa dari Missi CAMA. Mereka tiba di pos Tiom, kini Distrik Tiom Kabupaten Jayawijaya (Wamena), Papua.




Waaupun medan yang sangat sulit dan berat tetapi dalam kurung waktu hanya 10 (sepuluh) tahun para Missionary bekerja keras untuk merintis dan membuka pos-pos pelayanan dan masing-masing pos dilengkapi dengan Lapangan terbag sabagai sarana transportasi tewat udara dengan wadah “Gereja Baptis Lembah Balim” (GBLB) hanya menjangkau jiwa-jiwa/orang-orang pribumi di daerah setempat.



 Dalam wadah Gereja Baptis Lembah Balim, Missionary juga bekerja keras untuk  mendidik dan mempersiapkan orang-orang pribumi yang disebut “suku Lani”  untuk klak menjadi pemimpin di negerinya sendiri. Sementara itu Gereja-gereja Baptis berkembang di daerah Pedalaman Papua dengan cepat.
Setelah 10 tahun kemudian, tepat pada tanggal 14 Desember 1966 terjadilah Kongres Pertama kali di pos Magi kini Distrik Makki, dengan perubahan nama wadah/organisasi dari Gereja Baptis Lembah Balim dirobah menjadi Gereja Baptis Irian Jaya (GBIJ). Dalam kesempatan itu terjadilah suatu peralihan wewenang/Kepemimpinan dari Missionary kepada orang-orang pribumi/orang Lani.

Periode terus berganti, perkembangan Gereja terus berlanjut  dan  akhirnya pada saat itu telah memasuki Kongres yang disebut Kongres ke IV terjadi perubahan lagi nama organisasi dari Gereja Baptis Irian Jaya (GBIJ) menjadi “Persekutuan Gereja-gereja Baptis Irian Jaya (PGBIJ), setelah itu kemudian pada tahun 1976 secara legalitas Hukum telah terdaftar pada Departemen Agama RI dengan Nomor : E/KET/352/1516/76.
Sampai saat ini Gereja Baptis terus berkembang dan menjangkau di seluruh pelosok tanah Papua, sementara itu pada tahun 1988 salah satu cabang PGBIJ berdiri di tanah Jawa yang berkedudukan di Bandung yaitu “Gereja Baptis Siloam Bandung”. PGBIJ juga membangun jaringan kerja dengan Luar dan dalam negeri, antara lain: Baptist World Alliance (BWA), Asian Baptist Federation (ABF), Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lambaga Injili Indonesia (PGLII), Persekutuan Baptis Indonesia (PBI)
Gereja Baptis juga ikut memainkan peran dalam berbagai dimensi hidup perkembangan dan perubahan, yaitu sesuai Undang-Undang no. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua sekalian dengan perubahan nama Papua dari Irian Jaya maka organisasi Gereja turut mengalami perubahan, dari Persekutuan Gereja-gereja Baptis Irian Jaya menjadi “Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGBP).
Secara legalitas telah mendaftarkan ulang pada Bimas Kristen Departemen Agama RI dengan No. DJ II/Kep/HK.00.5/152/4543/2003  di Jakarta pada tanggal 3 November 2003
Inilah Ketua-Ketua Sinode dari massa ke massa:


Presiden Ke delapan menjadi perpecahan antara bapak Socratez Sofyan Yoman, Dan Bapak Perinus Kogoya, S.Th.
-“ Sumber dan refrensi dari Sejarah gereja Baptis Papua dan Dok/PGBP



†    ANALISIS KONFLIK BEDA PENDAPAT 
      (Dilingkungan Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua)

I.    Aktor Dalam Konflik Dan Institusi Konflik Beda Pendapat
  1. Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua dibawah pimpinan: Socratez Sofyan Yoman, MA.
  2. Kelompok Beda Pendapat antara lain: Pdt. Nick Yigibalom, Dip.Th, Yusuf Kogoya, S.Th, Roni Wanimbo, S.Th, Perinus Kogoya, Dip.Th, Umast Tabuni, M.Th, Meson Yigibalom, MA, Titus Yikwa, S.Th, Yupiur Kiwo, S.Th, Nius Ginia, Emaus Kogoya, Dip.Th, Newton Mokay, S.Th, Pdt. Simon Fa’ot, S.Th, Matuk Wanimbo, Dip.Th. CS.
  3. Tim Independen adalah keterwakilan dari 11 gereja Baptis di  Kota/Kab. Jayapura dan Keerom antara lain Gereja Baptis Sentani, Pos 7, Gereja Baptis Yahim, Gereja Baptis Sabron, Gereja Baptis Yame Heram Expo, Gereja Baptis Tiranus, Gereja Baptis Wachno, Gereja Baptis Tiofon Koya, Gereja Baptis Workowana, Gereja Baptis Pakne, Pir IV, Gereja Baptis Wembi, Gereja Baptis Wambes dan anggota jemaat dari gereja Baptis Petra Kamkey, gereja Baptis Waena, Gereja Baptis BTN Kotaraja, Gereja Baptis Skyaline, Gereja Baptis Yohanes Entrop, Gereja Baptis Dawir, Gereja Baptis Base G, Gereja Baptis Walibu Kehiran, Gereja Baptis Ninggey. Ketua dan Sekretaris Tim adalah Leir Wenda, Amd.PAK dan Efras Murip yang dipilih oleh gereja-gereja di Jayapura dalam rapat di gereja Baptis Sentani, Selasa 24 Juli 2007. Bertujuan mencari akar masalah dan menegahkan AD/ART PGBP.
  4. Pemerintah RI/Departemen Agama Provinsi Papua yang menginginkan penyelesaian masalah di dalam tubuh PGBP secara internal saran tersebut disampaikan melalui surat bernomor: Kw.26.4./1/BA.01.1/1082/2007 tertanggal, 21 Agustus 2007.
  5. Masyarakat Papua adalah masyarakat dari semua orang Papua yang mendukung penuh eksistensi kepemimpinan Badan Pelayan Pusat PGBP di bawah pimpinan Bp. Socratez Sofyan Yoman, MA yang merasa bahwa Bp. S. Sofyan Yoman adalah sebagai Tokoh dan Bapa pembela HAM orang Papua.
Pihak –pihak  dikelompokkan lain dalam  beberapa bagian:
  • Anggota Jemaat Baptis yang berprofesi sebagai anggota TNI/POLRI Aktif (Mayor CHK.Marthin Kogoya, SH.MM dan Ishak Wenda.
  • Pemerintah: Pejabat Kab.Pegunungan Bintang (Drs. W.L.Wenda, M.Si,Cs), Pejabat Kab. Jayawijaya (Nicolas Yigibalom, S.Sos, Cs), Pejabat Kab.Tolikara (Befa Yigibalom, SE.M.Si, Cs),
  • Ketua Dosen STT Baptis (Pdt.Newton Mokay, S.Th Ketua, Umast Tabuni, M.Th, Meson Yigibalom, MA, Mandin Weya,M.Div, Yohanes Kamba, S.Th, Ben Rampala, S.Th, Cs).
  • Mereka yang sudah sah keluar dari anggota PGBP ke gereja Baptis Anugerah dan Denominasi lain yang diduga masih menyimpan dendam dengan kepemimpinan PGBP (Pdt.J.K.Karetji, MA, Cs).
  • Polda Papua yang mengeluarkan surat injin pelaksanaan Kongres V Jayapura Papua (Surat bernomor: SI/YANMIN/25/IX/2007/INTELKAM tentang tempat dan waktu pelaksanaan Kongres V) tanpa melakukan koordinasi pada pimpinan BPP-PGBP dan tanpa mempertimbangkan surat dari BPP-PGBP yang sudah disampaikan terlebih dahulu sebelum kelompok Kogoya meminta Surat Tanda Terima Pelaksanaan Kegiatan dan surat dari Departemen Agama Provinsi Papua.
  • Beberapa anggota Jemaat,
  • Ketua Wilayah (Perinus Kogoya, Nick Yigibalom, Habel Yigibalom, Yusuf Kogoya, cs)
  • Gembala Sidang (Roni Wanimbo, Mesak Wakerkwa, Kaisar Wakerkwa, Matuk Tabuni, Sem Wakerkwa, Titus Yikwa, Nius Ginia, Weripen Wenda, Cs), anggota MRP (Adolf Kogoya dan Pene Ifi Kogoya).
II.    PENYEBAB KONFIK

BPP-PGBP telah dan sudah menjalankan roda pemerintahan organisasi PGBP sesuai dengan prosedur AD/ART PGBP yang mana telah melakukan rapat lengkap BPP-PGBP pada tanggal 17-19 Pebruari 2006 dengan pertimbangan adanya beberapa kegiatan akbar umat Baptis antara lain Yubileum di Tiom dengan pengeluaran dana sebesar Rp. 2 Miliar (dua miliar). Konferensi Departemen Wanita PGBP  dengan pengeluaran biaya yang cukup besar.
Pertimbangan pembiayaan Kongres bila dilaksanakan di Jayapura akan menelan biaya 4 miliar sementara jemaat masih dalam taraf kemiskinan; yang hasilnya menunda pelaksanaan Kongres dari 2006 ke 2007 tepatnya tanggal 09-14 Desember 2007 bertempat di Wamena) namun tidak diterima oleh beberapa pihak yang berbeda pendapat dengan alasan  Kongres harus dilaksanakan di Jayapura sesuai keputusan Kongres 2002

III.    WUJUD PENCIPTAAN KONFLIK

Beda pendapat (konflik) sudah diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan:
  1. Konferensi Pemuda yang seharusnya dilakukan dengan istilah rapat komisi pemuda wilayah Jayapura.
  2. Konferensi Departemen Wanita PGBP, tanpa diminta laporan pertanggungjawaban pengurus dan tanpa mencabut mandat ketua Departemen Wanita yang lama.
  3. Konferensi Wilayah  di Jayapura tanpa ada keputusan bersama  gereja-gereja dan BPP-PGBP dan Konferensi tersebut bukan Gereja yang melaksanakan tetapi gembala-gembala yang melaksanakan kegiatan Konferensi tersebut. Lebih tepat disebut Konferensi Gembala.
  4. Pencabutan Mandat Ketua Umum BPP-PGBP periode 2002-2007 oleh 9 Wilayah yang tidak konstitusional.
  5. Pelantikan Panitia Kongres dan BPH PGBP tanggal, 29 Juli 2007 di BTN Kotaraja, Jayapura dengan insiden pembubaran acara pelantikan serta konfik serang-menyerang yang mengakibatkan kerusakan bangunan gereja..
IV.    Wujud nyata Imbas Konflik

  • Terjadi 2 (Dua) Kepemimpinan antara Yoman dan Kogoya di satu tubuh Badan Pelayan Pusat Perekutuan gereja-gereja Baptis Papua (BPP_PGBP)
  • Terjadi konflik vertikal antara elit hamba Gembala, Intelektual baptis, tokoh baptis, dan seluruh umat baptis
  • Konflik Horisontal antara umat dikubu yoman dan perinus
  • Degradasi keperyaan pelayanan dan meluntur dratis  kepercayaan umat atas pelayan baptis
  • terjadinya pelayanan tidak maksimal dan terkesan jalan ditempat
  • Kekerasan dan konflik fisik antara ke dua kubu
  • dll.
V.    Pemikiran Pemecahan Konflik PGBP

“Kisah Para Rasul : 18 :15 tetapi kalau hal itu adalah perselisihan tentang perkataan atau nama atau hukum yang berlaku di antara kamu, maka hendaklah kamu sendiri mengurusnya; aku tidak rela menjadi hakim atas perkara yang demikian."
Merenungkan dan merefleksikan dari uraian di atas ini, kami menyampaikan kerinduan hati dan pergumulan kami (umat Tuhan) sebagai kesimpulan (conclusion) sebagai berikut.

Kongres berikut dari Perpecahan kedua kepemimpinan adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh umat baptis papua, harapan dan kerinduan mereka hanya satu yaitu PERSATUAN (rekonsiliasi),
Tahapan yang di usulkan:
  1. Tahapan Sosialisasi dan membangun pemahaman tentang pentingnya rekonsiliasi gereja baptis
  2. Tahapan penyaringan aspirasi umat dan menggali kerinduan umat baptis dari kondisi konflik gereja saat ini
  3. Tahapan pendekatan antara Kedua kepemimpinan Yoman dan Kogoya
  4. Tahanpan pendekatan terhadap kepemimpinan kolektif dari kedua kepemimpinan
  5. Tahapan pendekatan di tingkat wilayah
  6. Tahapan pendekatan terhadap tua-tua gereja dan pihak berkompeten
  7. Tahapan pendekatan tokoh-tokoh seperti welingthon wenda, Jhon tabo, Befa yigibalom, Air Agus wenda, Eteme kogoya, Doren wakerkwa, dan sebagian intelektual bila perlu.
  8. Tahapan pendekatan kaum bapa
  9. Tahapan pendekatan kaum Ibu
  10. Tahapan pendekatan Pemuda/i
  11. Tahapan Fasilitasi Forum sebagai manyaring ide dan pemikiran terbaik tentang pentingnya persatuan gereja
  12. Tahapan pendekatan terhadap pemerintah daerah dan prov. Papua (menyangkut Finansial)
  13. Dan lain-lain bila perlu.
VI.    Momen kogres berikut adalah waktunya

Kaum umat baptis menantikan momen kogres berikut adalah momen yang sangat ideal untuk menuju jalan rekonsiliasi, oleh karena itu tidak ada pihak yang mempertahankan kondisi konflik yang berkelanjutan, para semua pihak memahami dan mendorong agar kita bersama – sama mewujudkan pergumulan umat atas persatuan gereja
bila tidak terwujud maka perlu mediasi.
Tahapan
•    Pembentukan panitia bersama
•    kesepakatan bentuk kegiatan baik bentuk kogres istimewa, kogres luar biasa, kogras darurat dll bentuknya.
•    para kedua pihak menyepakati panitia bersama
•    panitia rekonsiliasi bekerja jujur, idenpenden dan pro umat
•    Penentuan tempat dan waktu bersama
•    pelaksanaan kegiatan dengan bentuk jujur, terbuka.
•    serahkan kedaulatan pada umat sebagai pemegang keputusan tertinggi
•    dll.

VII.    KESEPAKATAN  UNTUK  MEDIASI DI  PIHAK  LUAR (EKSTERNAL)

Kesepakatan Untuk Mediasi ini merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan dengan Prosedur Mediasi dan mengikat proses mediasi yang dilakukan oleh mediator berdasarkan Kode Etik penyelesaian suatu konflik dan para mediator paling tidak memahami atas letar belakang konflik gereja baptis.
Para kedua pihak sepakat untuk memulai proses mediasi maka ada beberapa hal yang perlu menjadi tahapan mediasi

  1. Mediator adalah seorang fasilitator yang akan membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak.  Mediator tidak akan: membuat keputusan tentang mana yang salah atau yang benar, menginstruksikan para pihak tentang apa yang harus dilakukan, atau memaksakan para pihak untuk melaksanakan kesepakatan. Segala bentuk komentar, pendapat, saran, pernyataan atau rekomendasi yang dibuat oleh mediator, bila ada, tidak dapat mengikat para pihak.
  2. Mediator tidak memberikan nasehat atau pendapat
  3. Para pihak yang bersengketa dapat meminta pendapat para ahli baik dari sisi hukum maupun lainnya selama proses mediasi berlangsung.
  4. Mediator tidak dapat bertindak sebagai penasihat terhadap salah satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan dan ia juga tidak dapat bertindak sebagai arbiter atas kasus yang sama.
  5. Para pihak paham bahwa agar proses mediasi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan proses komunikasi yang terbuka dan jujur. Selanjutnya, segala bentuk komunikasi, negosiasi dan pernyataan baik tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan diperlakukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia. Oleh sebab itu:
  • Mediator tidak akan membicarakan/menyampaikan hal-hal yang telah didiskusikan dalam proses mediasi ke pihak lain tanpa izin para pihak.
  • Para pihak sepakat untuk tidak meminta dengan alasan apapun catatan-catatan mediator atau bentuk-bentuk dokumentasi lainnya yang  terkait dengan mediasi untuk digunakan dalam proses penyelesaian konflik yang berhubungan dengan konflik PGBP yang ditangani.
   6.    Para pihak yang mengikuti proses mediasi ini berkehendak untuk menyelesaikan sengketa. Dengan demikian, para kedua pihak akan:
  • melakukan proses mediasi dengan itikad baik;
  • bersikap kooperatif dengan mediator selama proses mediasi berlangsung;
  • menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan tanggal dan tempat yang telah disepakati.
7.    Salah satu pihak ataupun kedua belah pihak dapat kapan saja mengundurkan diri dari proses mediasi yang sedang berlangsung. Para pihak sepakat bahwa apabila nantinya salah satu pihak atau kedua belah pihak memutuskan untuk mengundurkan diri atau keluar dari proses mediasi maka hal tersebut didiskusikan terlebih dahulu dihadapan mediator dan  para pihak yang bersengketa.

8.    Apabila para pihak mencapai suatu kesepakatan dalam proses mediasi, maka kesepakatan itu haruslah ditulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak sebelum meninggalkan proses mediasi. Kesepakatan yang dicapai dalam proses mediasi barulah dianggap mengikat apabila telah tertulis dan ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa.

Demikian pemikiran saya demi menuju Rekonsiliasi Konflik gereja baptis papua……
saya harap Tulisa ini menjadi bagian dari referensi bagi pemerhati gereja baptis, demi mewujudkan kerinduan umat untuk persatuan gereja baptis dari konflik selama 4 tahun

Wa wa wa …..
Semoga Allah Umat baptis bekerja  bersama-sama para pejuang rekonsiliasi gereja yang kita cintai yaitu Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua

Jayapura, 17 September 2011

Turius wenda, ST.
Pemuda Baptis

Tidak ada komentar: